Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tak ketinggalan angkat
bicara soal kenaikan harga BBM. BNPB menilai dana subsidi BBM pada APBN
Perubahan 2012 sebesar Rp137,4 triliun adalah angka yang begitu besar.
Angka itu bahkan jauh lebih besar dari nilai kerugian bencana besar di
Indonesia selama tujuh tahun.
Hal itu disampaikan Kepala Pusat
Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, dalam keterangan
tertulis. Menurut Sutopo, angka subsidi itu jauh lebih besar darpiada
total nilai kerusakan dan kerugian bencana besar di Indonesia dari 2004
sampai 2011.
"Total dampak 10 bencana besar di Indonesia 'hanya'
sekitar Rp106,7 triliun. Artinya dampak bencana yang meluluhlantakkan
kehidupan masyarakat di daerah bencana itu hanya 78 persen dari subsidi
BBM 2012," kata Sutopo.
Sutopo berhitung. Asumsi yang digunakan
harga minyak mentah Indonesia atau ICP 105 adalah dolar AS per barel.
Padahal, harga riil Februari 2012 sudah 122 dolar AS per barel. Hal ini
diperlihatkan pada tahun 2011, di mana subsidi BBM dalam APBN-P Rp129,7
triliun, tapi realisasinya Rp165,2 triliun.
Kerusakan dan kerugian dari 10 bencana besar yang dimaksud Sutopo yakni:
1. Gempa bumi dan tsunami Aceh dan Nias (2004), kerugian Rp41,4 triliun;
2. Gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah (2006) Rp29,15 triliun;
3. Gempa bumi Sumatera Barat (2007) Rp2,45 triliun;
4. Banjir Jakarta (2007) Rp5,18 triliun;
5. Gempa bumi Bengkulu (2007) Rp1,88 triliun;
6. Gempa bumi Sumatera Barat (2009) Rp20,87 triliun;
7. Tsunami Mentawai (2010) Rp348 miliar;
8. Banjir bandang Wasior (2010) Rp281 miliar;
9. Erupsi Merapi (2010) Rp3,56 triliun;
10. Lahar dingin Merapi (2011) sekitar Rp1,6 triliun.
Sutopo
melanjutkan, bandingkan pula subsidi BBM dengan alokasi dana cadangan
penanggulangan bencana yang hanya sekitar Rp4,5 triliun per tahun.
Dengan kata lain, hanya 3,3 persen saja dari dana subsidi BBM. Menurut
Sutopo, jika diasumsikan dana cadangan penanggulangan bencana flat, atau
tetap saja Rp4,5 per tahunnya, maka Rp137,4 triliun itu setara dengan
dana selama 30 tahun.
Padahal, kata dia, dana cadangan
penanggulangan bencana digunakan untuk mengatasi semua bencana besar
maupun kecil yang terjadi di seluruh Indonesia. "Terlalu kecil. Tidak
aneh jika akhirnya korban bencana memperoleh bantuan pembangunan rumah
menunggu tiga tahun setelah bencana," jelas Sutopo.
Sebagai
gambaran lain, lanjut Sutopo, subsidi BBM dengan nilai Rp137,4 triliun
itu jika digunakan untuk pembangunan infrastruktur maka banyak
manfaatnya. Jembatan Selat Sunda dengan panjang 31 km dan lebar 60 m
hanya membutuhkan Rp117 triliun. Jembatan ini dapat menjadi landmark Indonesia dan memberikan manfaat lain bagi nasional maupun lokal.
Pembangunan
kereta api cepat Jakarta-Surabaya sepanjang 685 km sehingga
Jakarta-Surabaya dapat dicapai tiga jam "hanya" membutuhkan Rp90
triliun. Kebutuhan pembangunan JORR Tahap II sepanjang 122,6 km sebanyak
Rp5 triliun.
Pembangunan MRT Jakarta sepanjang 14 km butuh dana
Rp8,5 triliun, supaya kemacetan di Jakarta dapat diatasi. Atau
pembangunan Jembatan Suramadu atau sejenisnya yang menghabiskan dana
Rp4,5 triliun sehingga dapat menjangkau antar pulau.
Artinya,
kata dia, dana subsidi BBM saat ini sangatlah besar. Akibatnya, itu
menjadi beban pemerintah yang akhirnya dapat menghambat proses
pembangunan. "Ini hanya perbandingan antara subsidi BBM dengan dampak
bencana dan pembangunan infrastruktur untuk menunjukkan bahwa dana
tersebut sangat besar. Tanpa ada kepentingan politik apa pun," dia
menekankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar